Pakan hijauan adalah komponen yang terbesar dalam input produksi ternak ruminansia. Namun komponen ini sering dianggap tidak penting, terutama oleh petani/peternak (kecil), sehingga sebagai sumber hijauan hanya cukup dengan rumput alam yang tumbuh liar. Disamping itu kepemilikan ternak yang rendah, juga merupakan penyebab “tidak pentingnya rumput atau hijauan unggul untuk ternaknya. Kondisi ini memberikan konsekuensi produksi ternak sangat rendah.
Di Indonesia sistem pemeliharaan ternak dapat dikategorikan menjadi intensif (terutama di P. Jawa), ekstensif (Di luar P. Jawa) dan semi-intensif. Sistem pemeliharaan ekstensif dan semi-intensif biasanya menggunakan padang penggembalaan sebagai area sumber pakan untuk ternaknya dengan cara digembala, baik itu siang maupun malam. Sehingga perbaikan maupun pengembangan padang penggembalaan sangat diperlukan, agar pemeliharaan ternak secara ekstensif dapat menghasilkan produksi ternak yang optimal dan berkelanjutan.
Pengelolaan Padang Penggembalaan
Area padang penggembalaan yang masih tersedia luas berada di luar P. Jawa, sebagian besar atau dapat dikatakan semuanya merupakan padang penggembalaan alam, didominasi oleh rumput alam atau alang-alang. Jenis padang penggembalaan seperti ini mempunyai kapasitas tampung yang rendah. Luas padang penggembalaan saat ini makin berkurang, karena banyak yang sudah beralih fungsi untuk kepentingan lain misalnya perkebunan, perumahan, pertambangan. Diharapkan alih fungsi ini tidak akan terjadi lagi, karena menurut UU No. 18 tahun 2009, bahwa lahan yang telah ditetapkan sebagai kawasan penggembalaan umum hares dipertahankan keberadaannya dan kemanfaatannya secara berkelanjutan. Namun sampai saat ini pengembangannya masih tidak optimal bahkan dapat dikatakan tidak ada.
Status Padang Penggembalaan
Padang penggembalaan sebagian besar merupakan padang penggembalaan komunal (NTT, NTB, Sulawesi, Sumatera, Papua) yang kepemilikan lahannya tidak jelas. Kemungkinan besar adalah lahan negara, atau di klaim sebagai lahan adat. Misalnya di Sumbawa dan NTB sistem peternakan rakyat dengan rnenggembalakan ternak di lar mengandung nilai kearifan lokal dan kearifan lingkungan. Banyak pihak yang berkepentingan terhadap keberadaan lar baik dinas/instansi pemerintah, pengusaha dan masyarakat sehingga berpotensi menimbulkan konflik antar stakeholder (Endah Pertiwi, 2007). Maka perlu adanya kejelasan bila padang penggembalaan tersebut akan diberdayakan. Perbaikan padang penggembalaan akan lebih mudah pada padang penggembalaan yang dimiliki oleh individu.
Padang rumput alam yang ada di Indonesia mempunyai komposisi rumput alam yang berbeda-beda.
Padang penggembalaan alam yang diperbaiki akan meningkatkan kapasitas tampungnya. Penyisipan Centrosema pubescens pada padang penggembalaan alam meningkatkan kapasitas tampung dari 0.38 ekor/ha menjadi 0,93 ekor/ha (Bahar et al.. 1997).
Prinsip Pengelolaan Padang Pengembalaan
Dalam pengelolaan padang penggembalaan atau pastura, baik tanaman maupun ternak perlu mendapat perhatian. Sehingga padang penggembalaan dapat digunakan secara berkelanjutan dan produksi ternak optimal.
PerbaikanPadang Penggembalaan
Tujuan perbaikan padang penggembalaan adalah untuk meningkatkan kapasitas tampung dan kualitas hijauannya sehingga produksi ternak meningkat tanpa merusak habitat dan lingkungan. Namun perbaikan padang penggembalaan sangat sulit untuk dilaksanakan apabila status lahan tidak jelas karena pada kondisi status lahan tidak jelas, maka “siapa yang memperbaiki dan siapa yang bertanggungjawab pengelolaannya” juga tidak jelas.
Perbaikan padang penggembalaan meliputi perbaikan teknis dan nonteknis. Perbaikan yang bersifat teknis antara lain perbaikan vegetasi (introduksi rumput unggul dan leguminosa atau introduksi (legumiosa pada padang rumput alam) kombinasi dengan pemupukan, penyediaan sumber air (embung-embung), pemagaran (bila diperlukan), dan tak kalah pentingnya adalah manajemen penggembalaan untuk menjamin keanekaragaman tanaman tetap terjaga, sehingga tidak terjadi overgrazing (penggembalaan yang berlebihan) atau undergrazing (penggembalaan kurang). Pada kasus overgrazing, padang rumput menjadi gundul dan sulit untuk tumbuh kembali yang lama kelamaan akan tumbuh gulma yang berbatang keras atau gulma beracun atau undergrazing. dimana ada sektor-sektor padang rumput yang tidak pernah diinjak oleh ternak, dengan demikian rumput akan tumbuh semakin tua dan keras sehingga ternak tidak akan menyentuhnya. Akhirnya rumput berubah menjadi gulma. Untuk menghindari overgrazing atau undergrazing, padang penggembalaan sebaiknya dibagi menjadi paddock-paddock,
Dr. Nurhayati, Balitnak Ciawi Bogor
InfoFeed 2011